Senin, 07 April 2014

SISTEM PEREKONOMIAN YANG DIANUT DI INDONESIA



            Sistem ekonomi yang dianut Indonesia adalah demokrasi ekonomi  yaitu sistem perekonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang berasaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan dari, oleh dan untuk rakyat dibawah pimpinan dan pengawasan pemerintah. Sistem ekonomi ini memiliki landasan idiil Pancasila serta landasan konstitusional UUD 1945.

            Ciri-ciri sistem perekonomian demokrasi ekonomi :
-     Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. 
-      Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup
    orang banyak dikuasai oleh Negara. 
     -        Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan  dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 
  - Hak milik peorangan diakui pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
-         Fakir miskin dan anak-anak terlantar berhak memperoleh jaminan sosial.

Ciri-ciri negatif yang harus dihindari dalam demokrasi ekonomi :

-         Sistem persaingan bebas (free fight liberalism) yang akan menyebabkan homo humini lupus. 
    -       Sistem etatisme yang memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk mendominasi perekonomian sehingga akan mematikan potensi dan daya kreasi masyarakat. 
    -    Sistem monopoli yang memutuskan kekuasaan ekonomi pasa satu kelompok yang akan merugikan masyarakat.

   LANDASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA

Secara normatif  landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka  sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan  yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama – bukan kemakmuran orang-seorang).
Dari butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia. Keadilan  merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila, dengan kelengkapannya,  yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.
Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal    UUD tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan “dikembalikan” ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.

Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai umat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.
Di dunia ini sistem ekonomi yang ada dapat dibagi atas tiga, sistem ekonomi  kapitalis yang berorientasi pada kebebasan dan penumpukkan modal, sistem  ekonomi sosialis yang fokus pada pemerataan dan kesejahteraan bersama, serta  sistem ekonomi campuran yang merupakan gabungan dari dua sistem ekonomi di atas.
Indonesia adalah Negara yang termasuk menganut sistem ekonomi campuran yaitu menggabungkan antara sistem ekonomi kapitalis dengan liberal. Lebih tepatnya Indonesia menganut sistem demokrasi ekonomi yang perwujudannya berasal dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan dari, oleh dan untuk rakyat dibawah pimpinan dan pengawasan pemerintah.




0 komentar:

Posting Komentar