Senin, 20 April 2015

HUKUM PERIKATAN

0 komentar

      I.            PENGERTIAN
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 ( dua ) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan ( law of property ), juga terdapat dalam bidng hukum keluarga ( family law ), dalam bidang hukum waris ( law of succession ) serta dalam bidang hukum pribadi ( personal law ).

   II.            UNSUR – UNSUR PERIKATAN
A.    Hubungan Hukum ( Rechtsbetrekking ).
B.     Kekayaan.
C.     Pihak – Pihak  :
1.      Kreditur.
2.      Debitur.
D.    Prestasi ( Voorwerp )  :
1.      Memberikan sesuatu ( te geven ).
2.      Berbuat sesuatu ( te doen ).
3.      Tidak berbuat sesuatu ( of niet te doen ).

III.            SUMBER HUKUM PERIKATAN
1.      Perikatan yang bersumber dari Perjanjian ( Pasal 1313 KUH Perdata ).
2.      Perikatan yang bersumber dari Undang – Undang ( Pasal 1352 KUHPerdata ) :
a.       Undang – Undang saja / iut de wet allen ( Pasal 1352 KUH Perdata ).
b.      Undang – Undang sebagai akibat perbuatan orang / iut de wet ten gevolge van’s mensen toedoen ( Pasal 1353 KUH Perdata ).

 IV.            ASAS – ASAS DALAM HUKUM PERIKATAN
Asas – asas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni       :
1.      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya.

2.      Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal – hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, asas konsensulisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

    V.            HAPUSNYA PERIKATAN
Hapusnya Perikatan ( Pasal 1381 KUH Perdata ) disebabkan    :
1.      Karena pembayaran
2.      Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
3.      Karena pembaharuan hutang.
4.      Karena perjumpaan utang atau kompensasi.
5.      Karena pencampuran utang.
6.      Karena pembebasan utang.
7.      Karena musnahnya barang yang terutang.
8.      Karena batal atau pembatalan.
9.      Karena lewat waktu atau kadaluarsa.

SUMBER   :

HUKUM PEJANJIAN

0 komentar
      I.            STANDAR KONTRAK
Adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir – formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen

Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi menjadi dua yaitu umum dan khusus :
a. Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
b. Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

   II.            MACAM – MACAM PERJANJIAN
Jenis – Jenis Perjanjian        :
1.      Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.
2.      Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani.
3.      Perjanjian bernama dan tidak bernama.
4.      Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator.
5.      Perjanjian konsensual dan perjanjian real.

III.            SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat, yaitu :

1.      Sepakat Untuk Mengikat Diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju untuk sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.

2.      Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mengadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.

3.      Suatu Hal Tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
  
4.      Sebab Yang Halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUH Perdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang – Undang. Bertentangan dengan tata asusila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUH Perdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.

IV.            PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :
1.      Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.      Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.      Pekerja meninggal dunia.
4.      Jangka waktu perjanjian kerja berakhir.
5.      Adanya putusan pengadilan dan / atau putusan atas penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
6.      Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

   V.            KELALAIAN / WANPRESTASI
Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan.

Kelalaian / Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu            :
1.      Tidak melakukan isi perjanjian.
2.      Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3.      Terlambat melaksanakan isi perjanjian.
4.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.



SUMBER   :

HUKUM DAGANG

0 komentar

      I. HUBUNGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA
 Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak – hak dan kepentingan natara individu – individu dalam masyarakat. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukumantara manusia dan badan – badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.

 Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH perdata merupakan lex generalis, sedangkan KUHD merupaka hukum khusus. Khusus untuk hukum perdagangan, kitab Undang – Undang hukum dagang dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya buku III.

 Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak – pihak yang mengadakan perjanjian. Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun seiring berjalannya waktu hukum dagang mengumpulkan aturan – aturan hukumnya sehingga terciptalah kitab undang-undang hukum dagang yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari kitab – kitab Undang – Undang hukum perdata. Antara hukum perdata dan hukum dagang mempunyai hubungan erat, hal ini dapat dilihat dari isi pasal 1KUHdagang yang isinya sebagai berikut :

“ Adapun mengenai hubungan tersebut adalah hukum yang khusus : KUH dagang mengkesampingkan hukum yang umum : KUH perdata.”


    II. HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA
 Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaannya. Dalam menjalankan perusahaannya pengusaha dapat :

1.  Melakukan sendiri, bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
2.    Dibantu oleh orang lain, pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi bila mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin dan merupakan perusahaan besar.
3.  Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan perusahaan besar.

 Pembantu – pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1.      Membantu perusahaan.
2.      Membantu di luar perusahaan.


  III. PENGUSAHA DAN KEWAJIBANNYA
 Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut Undang – Undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan, yaitu :

1.   Menurut pembukuan ( sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang- Undang nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan ), dan didalam Pasal 2 Undang – Undang nomor 8 Tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya :
a.  Dokumen keuangan terdiri dari neraca tahunan, perhitungan laba, rekening jurnal transaksi harian.
b.  Dokumen yang terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.

2.  Mendaftarkan perusahaan ( sesuai Undang – Undang nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan ).

 Dengan adanya Undang – Undang nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya.



 SUMBER   :